Featured Post

FAKTOR KOMPRESIBILITAS NITROGEN DAN OKSIGEN

Gambar
        Mudah tidaknya suatu fluida dialirkan sangat tergantung pada viskositas dan densitas, namun di dalam menentukan seberapa besar laju alir gas tidak seperti halnya fluida cair yang secara fisik volumenya tidak dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Gas adalah fluida kompresibel, artinya kondisi suhu dan tekanannya mempengaruhi besarnya volume. Untuk menentukan besarnya volume yang sebenarnya harus mempertimbangkan faktor kompresibilitas (yaitu faktor pengali untuk mengoreksi volume gas). Besarnya faktor kompresibilitas sangat tergantung pada kondisi kritis dan kondisi sebenarnya, dalam hal ini suhu dan tekanan. Untuk gas tertentu seperti nitrogen dan oksigen yang telah diketahui kondisi kritisnya, maka berdasarkan kondisi suhu dan tekanan yang sebenarnya (kondisi operasi) faktor kompresibilitasnya dapat ditentukan secara mudah dengan menggunakan tabel di bawah ini Faktor Kompresibilitas Nitrogen  Faktor Kompresibilitas Oksigen

LAPORAN PRODUK MIGAS



REID VAPOUR PRESSURE (RVP), ASTM D 323



A.           Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu :
1.             Menetapkan vapor pressure dari gasoline, crude oil yang mudah menguap dan produk produk lain yang mudah menguap.
2.             Menetapkan RVP dari gasoline (memenuhi spesifikasi atau tidak)

B.            Keselamatan kerja
1.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, melihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.
2.             Berhati-hati bekerja dengan bahan yang mudah terbakar.

C.           Dasar Teori
Vapor pessure atau tekanan uap adalah pengukuran terhadap kecenderungan suatu cairan kimia tertentu untuk menguap. Karena pada dasarnya semua cairan akan menguap meskipun kental. Vapor pressure juga merupakan pengukuran tekanan yang diberikan pada dinding wadah oleh uap gas cair. Vapor pressure merupakan sifat fisika yang sangat penting dari cairan yang mudah menguap. Vapor pressure secara kritis sangat penting bagi mogas maupun avgas, karena mempengaruhi strarting, warm-up dan kecenderungan terjadinya vapor lock karena temperature operasi yang tinggi atau pada daerah ketinggian. Maksimum vapor pressure di batasi untuk gasoline karena secara legal dianjurkan dalam beberapa daerah sebagai ukuran untuk control polusi. ‘Liquid Chamber’ diisi dengan contoh yang telah didinginkan, kemudian dipasangkan pada ‘Vapour Chamber’. Tangkai peralatan tersebut kemudian rendam dalam penangas pada temperatur 37,8˚C (100˚F), dan setiap interval waktu tertentu dilakukan pengocokan, sampai teramati tekanan tetap. Hasil pembacaan pada pressure gauge setelah dikoreksi dilaporkan sebagai RVP.

D.            Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
1.             Gasoline ( Premium 88 )
2.             Peralatan
a.             Vapour Chamber, Liquid Chamber dan Pressure gauge.
b.             Tempat pendingin (lemari pendingin)
c.             Penangas air ( Water Bath)

E.            Prosedur Percobaan
1.             Membersihkan air chamber dan gasoline chamber.
2.             Memanaskan water bath sampai suhu 100˚F konstan.
3.             Merendam air chamber pada water bath suhu 100˚F paling sedikit 10 menit.
4.             Mendinginkan contoh dan gasoline chamber dalam keadaan tertutup hingga suhu 32-42˚F.
5.             Mengisikan contoh kedalam gasoline chamber hingga meluber (penuh).
6.             Memasangkan gasoline chamber pada air chamber dan pressure gauge.
7.             Merendam kedalam water bath pada suhu 100 ˚F selama 20 – 30 menit, kemudian setiap 5 menit diangkat lalu dikocok selama 2 menit.
8.             Apabila yang ditunjukkan manometer sudah konstan, dituliskan sebagai RVP contoh.

F.            Ketelitian
Procedure                               Range                               Repeatability
                                                kPa                  Psi                   kPa                  Psi
A Gasoline                  35-100             5-15                 3.2                   0.46
B Gasoline                   35-100             5-15                 1.2                   0.17
A                                  0-35                0-5                   0.7                   0.10
A                                 100-180           16-26               2.1                   0.3
C                                  >180                >26                  2.8                   0.4
D Aviation Gasoline   50                    7                      0.7                   0.1

Procedure                               Range                               Reproducibility
                                                kPa                  Psi                   kPa                  Psi
A Gasoline                  35-100             5-15                 5.2                   0.75
B Gasoline                   35-100             5-15                 4.5                   0.66
A                                 0-35                 0-5                   2.4                   0.35
A                                 100-180           16-26               2.8                   0.4
C                                  >180                >26                  4.9                   0.7
D Aviation Gasoline   50                    7                      1.0                   0.15

G.           Hasil Pengamatan
Berikut ini merupakan hasil pengamatan dari Reid Vapour Test :
Percobaan
Tekanan (Kpa)
Tekanan (Psi)
1
2
3
4
5
6
7
8
23
31
31,5
38
38
38
38
38
3,5
5,1
5,3
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5

H.           Analisis
Pada percobaan kali ini kami akan melakukan uji RVP menggunakan contoh uji Premium 88. Nilai RVP penting untuk diketahui karena mempengaruhi strarting, warm-up dan kecenderungan terjadinya vapor lock karena temperature operasi yang tinggi atau pada daerah ketinggian. Maksimum vapor pressure di batasi untuk gasoline karena secara legal dianjurkan dalam beberapa daerah sebagai ukuran untuk control polusi. Melalui langkah kerja yang telah disebutkan diatas, pada 30 menit perendaman didapatkan tekanan sebesar 3,5 psi. Pada perendaman kedua selama 5 menit didapatkan tekanan sebesar 5,1 psi dan seterusnya. Karena penunjukan manometer sudah konstan pada perendaman keempat dan seterusnya, maka tekanan sebesar 5,5 psi dikatakan sebagai RVP dari Premium 88.

I.              Simpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nilai RVP dari Premium 88 sebesar 5,5 psi/ 38 Kpa. Premium merupakan produk yang mempunyai RVP yang mudah menguap. Premium yang diuji masih dalam keadaan baik atau on spec, dikarenakan premium masih sesuai dengan spesifikasi. Maksimal premium memiliki RVP sebesar 62 KPa. Jika pada mesin bakar premium mudah menguap, maka premium tersebut akan terbakar sebelum waktunya. Tingkat penguapan yang tinggi juga akan menyebabkan vapour lock, sehingga bias menyebabkan losses

J.             Saran
Saran dari kelompok kami dalam praktikum ini yaitu :
1.             Untuk pengunaan alat alat penunjang praktikum sebelum di gunakan dan sesudah digunakan harus dibersihkan agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang akan di uji.
2.             Hindari hal hal yang dapat merusak alat alat penunjang.
3.             Pada saat mengocok alat tes tekanan uap usahakan kepala (gauge) tidak lebih rendah dari badan (bomb).




POUR POINT, ASTM D 97



A.           Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu :
1.             Menentukan nilai pour point dari pelumas mesran
2.             Mengetahui pengaruh pour point suatu pelumas terhadap kondisi lingkungan sekitar

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati saat bekerja menggunakan peralatan-peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.

C.           Dasar Teori
1.             Titik Tuang (Pour Point)
Titik tuang adalah suhu dimana minyak tidak dapat bergoyang karena membeku selama 5 detik ketika dimiringkan atau dituangkan setelah melalui pendinginan selama waktu tertentu dengan pengamatan setiap interval penurunan suhu 5 oC. Percobaan  Pour  Point  dilakukan  dimana  sampel didinginkan hingga suhu tertentu.
Pada setiap penurunan 5 oC, tabung uji diangkat secara hati-hati dari penangas pendingin yang dilapisi gasket di dalamnya, lalu tabung tersebut diletakkan mendatar untuk mengetahui apakah bahan bakar mengalir. Jika tidak mengalir, maka dinyatakan bahan bakar tersebut telah membeku. Temperature saat itu disebut dengan titik beku (freezing point). Pour Point dapat diketahui dengan penambahan 3 oC di atas titik beku. (Ahadiat.Nur, 1987)
Pada percobaan pour point , bahan bakar yang mempunyai pour point antara 90 oF sampai 30oF (32 oC sampai 34 oC), bahan bakar dipanaskan tanpa pengadukan sampai 115 oF (46 oC) dalam penangas yang  suhunya dipertahankan 118 oF (48 oC). Setelah itu bahan bakar didinginkan diudara samapi temperaturnya 95oF (35oC). Untuk bahan bakar yang mempunyai pour point diatas 95oF (32oC), bahan bakar dipanaskan sampai temperaturnya 115 oF (46 oC) atau sampai temperatur kira-kira 15 oF (8 oC) diatas pour point yang diharapkan. Sedangkan untuk bahan bakar yang mempunyai pour point dibawah -30 oF (-34 oC), bahan bakar dipanaskan sampai mencapai 115 oF (46 oC) dan didinginkan sampai 60 oF ( 16 oC ) dalam penangas air dimana temperaturnya dipertahankan 45 oF (7 oC).
Penentuan pour point dalam spesifikasi minyak pelumas bertujuan untuk menghindari terjadinya pembekuan minyak pelumas pada keadaan dingin. Dengan menaikkan nilai dari pour point, dapat meningkatkan  mutu  indeks  viscositas  (kekentalan)  dan  hasil  persentasi bahan pelumas bebas lilin, dan disamping itu dapat lebih menghemat energi yang diperlukan dalam proses pengawalilinan (dewaxing). Dewaxing merupakan proses untuk mengeluarkan lilin paraffin dari  bahan ataupun dengan proses mekanis. Dengan menaikkan pour point maka suhu pengawalilinan akan naik pula.
2.             Mesran B 40

D.           Bahan Dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Minyak Pelumas (Mesran) B 40
2.             Peralatan
a.             Test jar (silinder gelas)
b.             Termometer, spesifikasi E1
c.             Bed Pendingin.

E.            Prosedur Percobaan
1.             Menuangkan contoh ke test jar sampai tanda batas. Jika perlu, memanas/kan sampel pada Pr air sampai cukup bias mencair untuk dituangkan ke jar test.
2.             Memasang thermometer tercelup pada contoh uji.
3.             Melakukan pendinginan secara bertahap dimulai dari suhu paling hangat.
4.             Setiap penurunan suhu 3°C, lakukan pengamatan dan dicatat apakah masih bisa mengalir/bergerak ketika jar test sedikit dimiringkan.
5.             Melanjutkan cara ini sampai suatu titik dicapai dimana minyak tidak menunjukkan gerakan ketika jar test dipegang pada posisi horizontal selama 5 detik, kemudian mengamati thermometer dan dicatat.
6.             Menambahkan sebesar 3 °C pada hasil pengamatan di atas dan dilaporkan sebagai Pour Point.

F.            Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan Pour Point dengan menggunakan sample minyak pelumas (Mesran) yang dilakukan oleh kelompok C pada tanggal 6 Januari 2017 menghasilkan data sebagai berikut :
Bath 1(-50C)
Bath 2(-250C)
Bath 3
280C sd 100C
Masih dapat mengalir
10°C sd 0°C
Masih dapat mengalir dan sudah mengental
1.      0°C sd -6°C
Kental dan sulit mengalir
2.      6°C sd -11°C
Sangat kental dan sulit mengalir
3.      -12°C →Beku
Repeatability
30C
Repeatability
20C
Repeatability
1°C

G.           Perhitungan
-                 Titik beku Minyak Pelumas(Mesran)       : -12°C
-                 Pour point                                                : -12°C + 3°C = -9°C

H.           Analisis
Pada temperatur tertentu (titik tuang), minyak pelumas akan membentuk jaringan kristal yang menyebabkan minyak itu sukar mengalir. Karena itu sebaiknya dipergunakan minyak pelumas dengan titik tuang yang serendah-rendahnya untuk menjamin bahwa minyak pelumas akan mengalir tenang lancar.

I.              Simpulan
Berdasarkan hasil yang kami dapatkan, kami menyimpulkan bahwa pada percobaan ini Pour point Minyak Pelumas adalah pada saat suhu -9°C sehingga dapat dikatakan bahwa produk tersebut sesuai spesifikasi.

J.             Saran
1.             Untuk pengunaan alat-alat penunjang praktikum sebelum di gunakan dan sesudah digunakan harus dibersihkan agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang akan di uji.
2.             Hindari hal-hal yang dapat merusak alat-alat penunjang.
3.             Lihat dengan teliti apakah sampel uji sudah mengalami pour point.






NILAI KALORI, ASTM D 240



A.           Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu :
1.             Menentukan panas pembakaran bahan bakar hidrokarbon cair dari distilat ringan sampai minyak residu ; meliputi bensin, minyak tanah, solar, bahan bakar turbin gas dan minyak bakar.
2.             Menentukan nilai kalori dari IFO (industrial fuel oil)

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, dilihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada

C.           Dasar Teori
Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam suatu perubahan atau reaksi kimia. Kalorimeter bom adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan, bahan bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung. Kalor adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu. Satuan SI untuk panas adalah joule.
Panas Pembakaran Kotor (Gross Heat Of Combustion), Qg (MJ/kg), adalah jumlah energi yang dibebaskan bila sejumlah berat bahan bakar dibakar dalam kondisi volume tetap dan gas hasil pembakaran semuanya berbentuk gas, kecuali air yang terkondensasi dalam bentuk cair.
Panas Pembakaran Bersih (Net Heat Of Combustion), Qn (MJ/kg), adalah jumlah energi yang dibebaskan bila sejumlah berat bahan bakar dibakar dalam kondisi tekanan tetap dan semua hasil pembakaran, termasuk air, berwujud gas.
Ekuivalen Energi (Kapasitas Panas Efektif atau Ekuivalen Air) dari kalorimeter adalah energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1  , dan dinyatakan sebagai MJ/ .
Sejumlah berat contoh uji dibakar dalam kalorimeter bomb oksigen pada kondisi yang dikontrol. Panas pembakaran dihitung dari hasil pengamatan temperatur sebelum, selama dan sesudah pembakaran dengan koreksi untuk termokimia dan perpindahan panas. Dapat digunakan jaket kalorimeter jenis adiabatik atau isotermal utnuk pekerjaan ini. Berikut merupakan konversi satuan yang umumnya digunakan pada nilai kalori :
-                 1 MJ/kg = 1000 J/kg
-                 1 cal (International Table Calorie) = 4,1868 J
-                 1 Btu (British Thermal Unit) = 1055,06 J
-                 1 cal (I.T)/g = 0,0041868 MJ/kg
-                 1 Btu/lb = 0,002326 MJ/kg

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             IFO (Industrial Fuel Oil)
2.             Peralatan
a.             Unit Kalorimeter Bom Oksigen terkalibrasi
b.             Buret, kapasitas 50 ml
c.             Gelas beaker.
d.            Pipet berskala, kapasitas 5 ml
e.             Stop watch.
f.              Regulator dan selang oksigen

E.            Prosedur Percobaan
1.             Penetapan Energi Ekuivalen Kalorimeter
·               Gunakan residu standar dengan berat tidak boleh kurang dari 0,9 g dan tidak boleh lebih dari 1,1 g.
·               Setiap pengujian dilakukan seperti yang diuraikan dalam Pengujian Contoh Uji.
·               Nilai energi ekuivalen dihitung dengan persamaan dibawah ini :
                 W =
Keterangan :
W      = energi ekuivalen kalorimeter, MJ/
Q      = panas pembakaran asam benzoat standar (dilihat pada labelnya), MJ/g
g       = berat asam benzoat standar, g
t        = kenaikan temperatur terkoreksi,
e1      = koreksi panas pembakaran asam nitrat, MJ
e2      = koreksi panas pembakaran kawat-fuse, MJ
2.             Prosedur Pengujian
a.             Menimbang contoh uji dalam cawan, kurang dari 1,0 gram dengan ketelitian 0,1 mg.
b.             Menempatkan cawan dalam elektroda.
c.             Memotong kawat-fuse / benang sepanjang  10cm dan diatur dalam elektroda sehingga bagian tengah lengkungan menyentuh contoh uji dalam cawan.
d.            Menambahkan 1,0 ml air suling kedalam bom, kemudian memasang elektroda dalam bom dan ditutup sampai kencang dengan kekuatan tangan.
e.             Mengisikan oksigen kedalam bom sampai regulator menunjukkan tekanan 3,0 Mpa (30 atm).
f.              Mengisikan air suling 2000  0,5 g ke dalam calorimeter vessel yang kering dan bersih.
g.             Memasukkan bomb ke dalam calorimeter vessel, kemudian memasukkan vessel kedalam jaket kalorimeter menggunakan bantuan pengait khusus
h.             Memasang 2 buah kabel elektroda dalam bomb.
i.               Menutup calorimeter, lalu menghubungkan motor pemutar dan pengaduk dengan sabuk karet.
j.               Menyalakan pengaduk dan dibiarkan selama 5 menit supaya tercapai kesetimbangan temperature, kemudian menekan tombol pengapian, mencatat waktu dan temperatur, ta.
k.             Menambahkan pada temperatur ini 60 % dari kenaikan temperatur yang diperkirakan dan mencatat waktu saat titik 60 % dicapai. Bila kenaikan temperatur yang diperkirakan tidak diketahui, mencatat temperatur pada 45, 60, 75, 90, dan 105 detik sesudah penekanan tombol pengapian.
l.               Sesudah periode kenaikan temperatur yang cepat (sekitar 4-5 menit sesudah penekanan tombol penekanan), mencatat temperatur pada setiap interval 1 menit sampai perbedaan pembacaan berturut-turut tetap selama 5 menit. Biasanya temperatur akan mencapai maksimal dan kemudian turun perlahan-lahan.
m.           Sesudah pembacaan selesai, mematikan motor melepas sabuk karet, lalu mengangkat tutup kalorimeter dari jaket.
n.             Melepaskan kabel elektroda dan mengeluarkan bomb.
o.             Mengeluarkan sisa oksigen dalam bomb dengan kecepatan yang tetap. Memeriksa bagian dalam bomb, bila ada jelaga atau pembakaran tidak sempurna, pengujian harus diulangi.
p.             Melakukan koreksi thermokimia.

F.            Perhitungan
1.             Kenaikan temperatur kalorimeter isothermal
t = tc – ta – r1 (b – a) + r2 (c – b)
Keterangan           :
t        = kenaikan tempertaur terkoreksi
a        = waktu pengapian
b       = waktu (ketelitian 0,1 menit) saat temperatur mencapai 60% dari total kenaikan
c        = waktu pada permulaan periode, setelah temperatur naik, dimana kecepatan perubahan temperatur menjadi tetap
ta         = temperatur pada waktu pengapian, dikoreksi terhadap kesalahan skala thermometer
r1      = kecepatan (unit temperatur/menit) pada saat temperatur turun selama periode 5 menit sesudah waktu c. Bila temperatur justru naik sesudah waktu c, perhitungan menjadi : t = tc – ta – r1 (b – a) – r2 (c – b)
2.             Koreksi Termokimia
e1 = koreksi untuk panas pembentukan asam nitrat (HNO3),MJ
     = ml larutan Na2CO3 0,0725 N untuk titrasi x 5/106
e2 = koreksi untuk panas pembentukan asam sulfat (H2SO4),MJ
     = 58,6 X % S dalam contoh x berat contoh / 106
e3 = koreksi utnuk panas pembakaran kawat-fuse, MJ
     = 1,13 x mm kawat terbakar untuk jenis kawat nikel-krom/106
     = 0,96 x mm kawat terbakar untuk jenis kawat besi / 106
3.             Panas Pembakaran Kalor
Menghitung panas pembakaran kotor sebagai berikut :
Qg =
Keterangan           :
Qg                = panas pembakaran kotor pada volume tetap,MJ/kg
t                = kenaikan temperatur terkoreksi,
W             = energi ekuivalen kalorimeter, MJ/
g               = berat contoh, gram
e1,e2,e3   = koreksi seperti yang diuraikan dalam 5.8.2 (diabaikan dalam perhitungan)

G.           Ketelitian
·                Repeatability                    0,13 MJ/kg
·                Reproducibility    0,40 MJ/kg

H.           Hasil Pengamatan
Nilai kalori dengan contoh uji Residu (Industrial Fuel Oil)
Diket :               
W           = 6143,177 Cal/   = 0,025703 MJ/
m            = 1,0078 gram
T1           = 27,214
T2           = 31,498
Ditanya  : Energi ekuivalen ?
Jawab    :
 Qg            =
                           = = 1,090 x 10-4 MJ/kg
I.              Analisis Data
Pada percobaan kali ini akan dilakukan praktikum mengenai Nilai Panas Pembakaran / Nilai Kalori dari suatu bahan bakar cair pada Kalorimeter Bomb. Metode ini digunakan untuk menentukan panas pembakaran bahan bakar hidrokarbon cair dari produk ringan hingga minyak residu. Contoh uji yang digunakan dalam praktikum ini adalah residu.
Setelah proses pemboman dengan oksigen perhitungan suhu setiap 30 detik didapatkan data sebagai berikut
t (sekon)
T (°C)

t (sekon)
T (°C)

t (sekon)
T (°C)
30
27,244

240
31,302

450
31,495
60
27,560

270
31,369

480
31,497
90
28,854

300
31,414

510
31,498
120
29,883

330
31,446

540
31,493
150
30,597

360
31,466

570
31,492
180
31,000

390
31,482

600
31,490
210
31,177

420
31,492



Grafik perhitungan suhu setiap 30 detik :
Diperoleh  besar nilai kalor dengan menggunakan perhitungan rumus yang telah dicantumkan diatas sebesar 1,082124 x 10-4 MJ/kg.

J.             Kesimpulan
Pada percobaan kali ini mengenai praktikum tentang nilai kalori dari suatu jenis bahan bakar cair, didapat kesimpulan sebagai berikut :
1.             Nilai Kalori dari panas pembakaran Residu menggunakan Kalorimeter Bomb diperoleh hasil sebesar 1,082124 x 10-4 MJ/kg.
2.             Kenaikan suhu terbaca pada saat terjadi reaksi yaitu dari 28,368  sampai 32,640 .

K.           Saran
1.             Timbang dengan cermat sampel residu, toleransi ketelitian sebesar 0,1 gram.
2.             Suhu yang ditunjukkan pada saat terjadi reaksi di kalorimeter bomb harus diamati dengan teliti.
3.             Tutup rapat kalorimeter bomb, jangan sampai kendor.
4.             Gunakan secara hati – hati peralatan yang ada di laboratorium.




DOCTOR TEST, ASTM D 4952



A.           Tujuan
Mahasiswa dapat menentukan ada atau tidaknya kandungan mercaptan (RSH) pada suatu bahan uji
B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan bahan kimia, dilihat terlebih SOP penggunaannya
C.           Dasar Teori
1.             Doctor Test
Doctor test merupakan suatu metode uji kualitatif untuk mengetahui adanya kandungan mercaptan (RSH) pada suatu bahan bakar. Pengetesan dilakukan dengan mencampur bahan bakar dengan larutan Na2PbO­2 (Natrium Plumbit). Campuran kemudian dikocok selama 15 menit agar menyatu, kemudian ditambahkan dengan sedikit sulfur. Campuran kemudian dikocok kembali selama 15 detik dan diamati warna dari sulfur yang mengambang, apabila berwarna kuning dan cerah maka negatif sulfur dan apabila berubah warna atau luntur maka dapat disimpulkan adanya kandungan mercaptan pada bahan bakar. Pereaksi yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
a.             Air yang dimurnikan sebagai reagen
b.             Doctor (sodium plumbit) solution, dengan melarutkan 125 g sodium hidroksida dalam 1 L air reagen. Ditambahkan 60 g Timbal Monoksida (PbO) dan dikocok kembali selama 15 detik agar larutan tercampur rata
c.             Sulfur (murni dan berupa serbuk)
2.             Merkaptan
Merkaptan atau Tiol merupakan salah satu impuritis dalam suatu minyak maupun gas yang berbahaya karena sifat toksiknya dan tingkat korosi yang ditimbulkannya. Merkaptan juga menimbulkan bau yang tidak enak pada bahan bakar apabila dalam jumlah besar.

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Solar
b.             Pereaksi
-                 NaPbO
-                 Sulfur bubuk
2.             Peralatan
a.             Tabung Reaksi
b.             Sendok takar

E.            Prosedur Percobaan
1.             Mengambil sampel uji sebanyak dan memasukkannya ke tabung ukur
2.             Mengambil 5 mL larutan Na2PbO2 dengan menggunakan pipet
3.             Mengocok dengan kuat campuran 10 mL contoh uji dan 5mL larutan NaPbO selama 15 detik
4.             Menambahkan kecil serbuk belerang (sulfur), yang secara praktis mengambang di antara contoh uji dan larutan NaPbO.
5.             Kemudan dikocok kembali selama 15 detik.
6.             Menunggu mengendap dan mengamati selama 2 menit.

F.            Hasil Pengamatan
·                Produk Penelitian             : Solar
·                Warna                               : Kuning Cerah
·                Hasil Pengamatan                        : Negatif (tidak mengandung merkaptan)

G.           Analisis
Dari data percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat dibandingkan parameter teramati dengan spesifikasi solar yang dikeluarkan oleh dirjen migas
Parameter
Teramati
Spesifikasi
Keterangan
Doctor Test
Negatif
Negatif
Sesuai spesifikasi

H.           Simpulan
Dari percobaan yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.             Doctor test dapat digunakan untukk melakukan pengukuran kualitatif terhadap kandungan mercaptan bahan bakar
2.             Solar yang digunakan tidak mengandung mercaptan yang ditandai dengan warna larutan yang kuning cerah
I.              Saran
1.             Peralatan – peralatan praktikum harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang akan di uji, karena kontaminasi akan membuat hasil praktikum menjadi berbeda.
2.             Hindari hal-hal yang dapat merusak alat-alat penunjang.
3.             Amati dengan teliti pengendapan pada Doctor Test.



DISTILASI, ASTM D 86



A.           Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu :
1.             Mahasiswa dapat menentukan secara kuantitatif karakteristik trayek didih menggunakan unit distilasi secara laboratories, meliputi distilasi atmosferik produk minyak bumi (Mogas, Avgas, Avtur, Kerosene, Gas Oil, dll ).
2.             Mahasiswa dapat menentukan Initial Boiling Point (IBP), adalah pembacaan thermometer yang diperoleh pada waktu tetesan pertama kondensat jatuh dari ujung tabung kondensor.
3.             Mahasiswa dapat menentukan End Point (EP) atau Final Boiling Point (FBP), adalah pembacaan thermometer yang paling tinggi (maksimal) yang diperoleh selama percobaan.

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati–hati bekerja menggunakan peralatan–peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, dilihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.

C.           Dasar Teori

Distilasi atau penyulingan merupakan proses pemisahan fraksi-fraksi berdasarkan trayek didihnya pada suatu zat cair. Fraksi ringan akan menguap terlebih dahulu daripada fraksi berat karena fraksi ringan memiliki titik didih yang lebih rendah daripada fraksi berat.
Dengan melakukan distilasi suatu bahan bakar, dapat diketahui parameter IBP (Initial Boiling Point) maupun end point-nya. IBP menjadi penting karena akan mengakibatkan mesin mudah di-start pada suhu rendah, sedangkan end point dapat menentukan banyak fraksi berat yang terikut  pada bahan bakar. Semakin tinggi nilai end point, maka akan semakin tinggi pula fraksi berat yang terikut pada bahan bakar sehingga mengurangi mutu daripada bahan bakar tersebut.
Pada distilasi ini, tidak dipergunakan struktur tray (plate) maupun packing, serta reflux yang ada merupakan efek kehilangan panas (heat loss) pada struktur leher labu engler. Metode distilasi ini paling banyak digunakan karena biayanya murah, lebih sederhana, membutuhkan jumlah sample yang sedikit, serta waktu pengujian yang lebih singkat dibandingkan distilasi TBP (kurang lebih 1/10 kali waktu pengujian TBP). Distilasi ASTM dilakukan guna mengetahui kualitas produk. Beberapa metode distilasi ASTM adalah :
-                ASTM method D86
Metode ini digunakan untuk menguji motor gasoline, aviation gasoline, aviation turbine, naphta, kerosine, diesel, distillate fuoel oil, dan produk – produk yang serupa. Pengujiannya dilakukan pada tekanan atmosferis. Digunakan termometer yang dipaparkan langsung dalam labu engler dan hasil pembacaannya tidak ada koreksi stem.
-                ASTM method D216
Metode distilasi ini digunakan untuk menguji natural gasoline. Dilakukan pada tekanan atmosferis.
-                ASTM method D1160
Metode distilasi ini digunakan untuk menguji produk migas fraksi berat yang dapat diuapkan secara parsial maupun keseluruhan pada suhu maksimal 750oF pada tekanan absolut hingga 1 mmHg dan dikondensasikan menjadi liquid pada tekanan pengujian. Tekanan operasi pengujian berkisar antara 1 – 760 mmHg absolut. Temperatur diukur dengan perangkat thermocouple.
-                ASTM method D2887
Metode ini merupakan metode simulasi distilasi yang dilakukan dengan gas chromatography (GC). Metode ini merupakan metode paling sederhana yang dapat melakukan analisis cut point dan boiling range fraksi hidrokarbon dengan ketelitian tinggi.
Catatan
-                Initial boiling point (IBP) adalah suhu tetap ketika tetesan pertama uap berubah menjadi cairan dari suatu prodak
-                Final boiling point (FBP) atau end point (EP) adalah suhu tertinggi pada pengamatan proses distilasi
-                Boiling Range adalah jarak suhu saat suatu produk menguap, jadi dimuali saat tetesan pertama hasil penguapan sampai suhu tertinggi hasil pengamatan.

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Minyak solar
2.             Peralatan
a.             Labu distilasi 125 mL
b.             Gelas ukur 100 mL & 10 mL
c.             Thermometer 7oC atau 8oC
d.            Condensor (bak pendingin)
e.             Pemanas (burner atau elektrik)

E.            Prosedur Percobaan
1.             Cara Penyiapan Peralatan
a.             Menyiapkan labu distilasi volume 125 mL. Bila labu kotor (ada karbon residu) pada bagian dasar labu, dibersihkan dengan cara dibakar nyala api burner.
b.             Menyiapkan termometer (ASTM 7oC atau ASTM 8oC ) sesuai dengan contoh uji.
c.             Menyiapkan penyangga labu, dengan ukuran yang sesuai dengan contoh yang akan diuji, dan dipasang pada alat pemanas.
d.            Menyiapkan gelas ukur bersih dan kering dengan skala 0 s/d 100 mL.
e.             Bak kondensor diisi air, suhunya diatur sesuai jenis contoh yang akan diuji.
f.              Memersihkan cairan pada tabung kondensor dengan cara mengelap/menyerap dengan kolok yang diberi kain.
g.             Menaikkan dan mengatur penyangga labu hingga pas dengan dasar labu distilasi
2.             Cara Pemasangan Peralatan
a.             Memasang thermometer serapat mungkin ke dalam labu distilasi yang berisi contoh uji.
b.             Mengatur posisi thermometer, dimana ujung bulb dari thermometer berada sejajar dengan lubang keluarnya uap
c.             Labu distilasi yang sudah berisi contoh dihubungkan dengan lubang uap masuk pipa kondensasi.
3.             Langkah Kerja Pengujian
a.             Mengukur contoh uji 100 mL menggunakan gelas ukur 100 mL
b.             Menuangkan ke dalam labu distilasi dan memasang thermometer yang sesuai.
c.             Memasang gelas ukur 100 mL pada ujung kondensor sebagai penampung kondensat.
d.            Menyalakan pemanas dan atur kecepatannya sehingga mencapai IBP (Initial Boiling Point) .
e.             Mengatur pemanasan dari IBP sampai 5 % volume dalam waktu 60 – 70 detik atau dengan kecepatan tetesan 4 – 5 mL / menit. Setelah IBP terbaca, gelas ukur digeser sehingga ujung kondensor menempel dinding gelas.
f.              Membaca dan mencatat suhu setiap kenaikan 10 % volume.
g.             Mengatur pemanasan sehingga dari 95 % volume sampai FBP (Final Boiling Point) waktunya 3 – 5 menit. FBP adalah suhu tertinggi yang terbaca saat uji distilasi.
h.             Setelah FBP tercapai, pemanas dimatikan dan labu dibiarkan dingin kemudian mengukur volume residu
i.               Menghitung % volume Losses dengan formula :
Vol. Losses = 100 mL – (Total Recovery + Residu) mL
Losses (% vol) =  x 100 %

F.            Hasil Pengamatan
Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :
No
Volume (mL)
Suhu (oC)
1
10
208
2
20
230
3
30
253
4
40
271
5
50
286
6
60
300
7
70
319
8
80
336
9
90
350

-                 Initial Boiling Point (IBP) pada suhu 140 oC
-                 Final Boiling Point (FBP) atau End Point (EP) pada suhu 356 oC
-                 Hasil total recovery sebanyak 93 mL
-                 Volume residu yang tersisa sebanyak 6,8 mL

G.           Pertanyaan
1.             Hitung % volume Losses
Jawab :
Vol. Losses = 100 mL – (Total Recovery + Residu) mL
= 100 mL – (93 mL + 6,8 mL)
= 100 mL – 99,8 mL = 0,2 mL
Losses (% vol) =  x 100 %
=  x 100 % = 0,2 %

H.           Analisis
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa bahan yang digunakan pada distilasi ASTM D 86 adalah minyak solar. Pada saat praktikum, solar yang digunakan sebanyak 100 mL, kemudian solar tersebut dimasukkan ke dalam labu distilasi. Sedangkan gelas ukur digunakan sebagai tempat penampung distilat hasil dari distilasi.
Pada saat proses distilasi, suhu pertama kali distilat menetes ke dalam labu ukur (disebut juga IBP) adalah 140 oC. Penurunan suhu maksimal saat percobaan (FBP / EP) adalah 356 oC.  Sedangkan pada presentase tertentu suhunya dap diketahui pada tabel pengamatan. Dari proses distilasi, didapat 93 mL volum recovery yang ada didalam gelas ukur.
Sisa distilasi yang tidak teruapkan, masih tertinggal didalam labu distilasi. Sisa itu disebut juga residu. Residu tersebut dimasukkan dalam gelas ukur dan volume yang terbaca adalah 6,8 mL. Dengan diketahuinya volume distilat serta volume residu, maka dapat dihitung losses yang terjadi, yaitu sebanyak 0,2 mL

I.              Simpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.             Distilasi ASTM D 86 adalah salah satu jenis distilasi untuk memisahkan minyak solar, serta produk – produk minyak yang serupa
2.             Suhu IBP yang didapat adalah 140 oC
3.             Suhu EP atau FBP yang didapat adalah 356 oC
4.             Boiling range minyak solar yang didapat adalah 140 oC – 356 oC
5.             Volume distilat sebanyak 93 mL
6.             Volume residu sebanyak 6,8 mL
7.             Losses sebesar 0,2 mL

J.             Saran
1.             Bersihkan alat yang akan digunakan dalam praktikum agar tidak mengalami kontaminasi dari produk yang lain.
2.             Pembacaan IBP dan FBP harus teliti.
3.             Hindari hal – hal yang dapat merusak peralatan praktikum.
4.             Untuk mencari jumlah cairan yang losses, usahakan residu hasil distilasi dalam keadaan hangat karena agar keakuratan jumlah losses yang di dapat bagus. Jika samapi dingin ditakutkan volumnya berkurang akibat penguapan dan penurunna suhu.



DENSITY / SPECIFIC GRAVITY, ASTM D 1298



A.           Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan :
1.             Mahasiswa dapat menentukan density, specific gravity memakai alat hydrometer gelas dari contoh crude oil atau produk-produknya.
2.             Mahasiswa dapat mengubah hasilnya ke standar temperaur 15oC atau 60/60 oC, menggunaan tabel reduksi pada ASTM D 1250.

B.            Keselamatan Kerja
1.             Hati-hati bekerja menggunakan peralatan-peralatan yang mudah pecah.

C.           Dasar Teori
1.              Density
Kualitas dari minyak (minyak berat maupun minyak ringan) ditentukan salah satunya oleh specific gravity. Densitas dan specific gravity minyak bumi dan produknya dapat ditentukan dengan beberapa macam cara salasatunya dengan menggunakan menggunakan hidrometer (ASTM D 1298) yang umumnya dikenakan untuk minyak mentah (crude oil), dimana penunjuk specific gravity dapat dibaca langsung pada alat. Untuk temperatur yang lebih dari 60 ºF, perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan chart yang ada. Temperatur minyak mentah juga dapat mempengaruhi viskositas atau kekentalan minyak tersebut. Hal ini yang dijadikan dasar perlunya diadakan koreksi terhadap temperatur standart 60 ºF.
Dalam menentukan spesific gravity gas, alat yang digunakan adalah effusiometer, dengan memasukkan gas kedalam alat  tersebut dan menghitung waktunya saat menekan air keluar dalam alat tersebut setelah sampai batas yang ditentukan, gas dihentikan sedangkan perhitungan waktunya juga dilakukan untuk kembalinya air didalam alat tersebut. Penentuan SG gas sangat diperlukan mengingat gas yang terkandung dalam minyak berbeda-beda.
Densitas minyak adalah massa persatuan volume pada suhu terterntu atau dikenal juga dengan perbandingan massa minyak denganvolume pada kondisi tekanan dan tempratur tertentu. Secara matematis dapat dituliskan sbb :
Selain densitas, salah satu sifat minyak bumi yang penting dan mempunyai nilai perdagangan adalah specific gravity (SG). Specific Gravity (SG) dari minyak bumi adalah perbandingan antara berat yang diberikan oleh minyak bumi tersebut pada volume tertentu dengan berat air suling pada volume tertentu, dengan berat air suling pada volume yang sama dan diukur pada temperatur 60 0F atau perbandingan anatara berat jenis minyak pada tempratur standar dengan berat jenis air. Secara matematis dapat dituliskan sbb :
Specific Gravity =
2.             Kerosin
Data spesifikasi kerosene menurut Dirjen Migas :

D.           Bahan Dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Kerosin
2.             Peralatan
a.             Hydrometer standard
b.             Thermometer ASTM 12 C atau 12 F
c.             Gelas silinder
d.            Constant-temperatur bath

E.            Prosedur Percobaan
1.             Langkah kerja pengukran density 15 °C
a.             Mengatur suhu contoh sesuai jenis contoh yang diuji
b.             Menuangkan contoh pada gelas silinder, hilangkan gelembung udara dengan pengadukan pelan menggunkan termometer
c.             Menempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang datar, bebas pengaruh gocangan dan pengaruh udara luar
d.            Melakukan pengukuran temperatur dengan termometer skala °C, lalu mencatat suhu contoh uji.
e.             Memasukkan perlahan hydrometer density yang sesuai kedalam contoh uji
f.              Apabila hidrometer sudah terpung dengan bebas, lalu membaca skala hydrometer dan mencatat sebagai ‘density pengamatan’ (observed density)
g.             Mengeluarkan hydrometer
h.             Melakukan pengukuran temperatur, lalu membaca dan mencatat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak melampaui 0,5 °C hasil rerata dicatat sebagai ‘suhu pengamatan.
i.               Untuk mengubah density pengamatan ke density 15 °C dikoreksikan dengan tabel 53 A atau 53 B dari Petroleum Measurement Tables ASTM D-1250-80
2.             Langkah kerja pengukuran SG 60/60 °F
1.             Mengatur suhu contoh sesuai jenis contoh yang diuji
2.             Menuangkan contoh uji pada gelas silinder, lalu menghilangkan gelembung udara dengan pengadukan pelan menggunkan termometer
3.             Menempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang datar, bebas pengaruh gocanga dan pengaruh udara luar
4.             Melakukan pengukuran temperatur dengan termometer sekala °F, dibaca dan dicatat sebagai suhu contoh uji.
5.             Memasukkan perlahan hydrometer density yang sesuai kedalam contoh uji
6.             Apabila hidrometer sudah terpung dengan bebas baca sekala hidrometer, catat sebagai ‘density pengamatan’ (observed density)
7.             Mengeluarkan hydrometer, kemudian melakukan pengukuran temperatur, dibaca dan dicatat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak melampaui 0,5 °F hasil rerata dicatat sebagai ‘suhu pengamatan’
8.             Untuk mengubah density pengamatan ke density 15 °C dikoreksikan dengan tabel 23 A atau 23 B dari Petroleum Meansurement Tables ASTM D-1250 -80
9.             Untuk mengubah SG 60/60 °F ke densiti 15 °C atau °API gravity pada 60 °F digunakan tabel 21

F.            Hasil Pengamatan
1.             Pengamatan pertama
a.             Suhu kerosin = 27,9 oC
b.             Suhu kerosin saat dilakukan pengamatan = 28 oC
c.             Density yang ditunjukkan hydrometer = 0,8350
2.             Pengamatan kedua
a.             Suhu kerosin = 28 oC
b.             Suhu kerosin saat dilakukan pengamatan = 28 oC
c.             Density yang ditunjukkan hydrometer standard skala density = 0,8350
3.             Penghitungan data
a.                 Suhu pengamatan = 28 °C
b.                Density rata-rata = 0,8350

G.           Analisis
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, kami telah mendapatkan data-data mengenai density kerosin yang telah kami lakukan dua kali, namun data tersebut belum bisa diambil secara mentah dan dijadikan sebagai hasil akhir dalam menemukan density. Data tersebut harus dilakukan rata-rata, dilakukan perhitungan, serta konversi suhu dari suhu observasi ke suhu 15oC dengan bantuan tabel ASTM 53 dan ASTM 53 B. Setelah itu, data tersebut dapat dikonversi dalam bentuk Specific Gravity (SG) dengan bantuan tabel ASTM 51 dengan mengambil salah satu data konversi dari tabel ASTM 53 A atau ASTM 53 B.
Hal pertama yang dilakukan adalah mengkonversi data density observasi yang telah dilakukan dua kali kemudian dilakukan rata-rata pada data tersebut. Setelah itu data tersebut dapat dilakukan konversi ke dalam density pada suhu 15oC dengan bantuan tabel ASTM 53 dan ASTM 53 B. Selanjutnya hasil konversi digunakan untuk menghtung Spesifik Gravity (SG) mengunakan bantuan tabel 51. Perhitungan dilakukan dengan interpolasi. Berikut adalah data hasil perhitungan kami:
-                 Tabel 53 A
Density                 = 0,8350
Temperature         = 28 °C

Didapatkan
Density ( 15 °C)   = 0,8437 kg/l
SG                        = 0,8441 (menggunakan tabel 51)

Perhitungan SG
-                 Tabel 53 B
Density                 = 0,8350
Temperature         = 28 °C

Didapatkan
Density ( 15 °C)   = 844,0  gr/ml
SG                        = 0,8444 (menggunakan tabel 51)

H.           Simpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan dapat kami simpulkan bahwa:
1.           Density solar dengan kondisi suhu standard 15oC berdasarkan tabel ASTM 53 adalah 0,8437 kg/l
2.           Density solar dengan kondisi suhu standard 15oC berdasarkan tabel ASTM 53 B adalah 844,0 gr/ml
3.           SG solar berdasarkan konversi data dari tabel ASTM 53 ke ASTM 51 adalah 0,8441
4.           SG solar berdasarkan konversi data dari tabel ASTM 53 B ke ASTM 51 adalah 0,8444

I.              Saran
1.             Pembacaan skala harus teliti.
2.             Hindari hal – hal yang dapat merusak peralatan praktikum.
3.             Mencatat suhu saat observasi dan sebelum observasi




COPPER STRIP CORROSION TEST, ASTM D 130



A.           Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat :
1.             Mengetahui tingkat korosifitas dari suatu bahan bakar atau produk minyak bumi.
2.             Mengetahui produk minyak bumi sesuai spesifikasi atau tidak

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati–hati bekerja menggunakan peralatan–peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, dilihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.

C.           Dasar Teori
Cooper strip corrosion test ASTM D130 adalah sebuah metode kualitatif yang digunakan untuk menentukan tingkat korosi produk minyak bumi. Dalam tes ini, tembaga dipoles ditangguhkan dalam produk dan efeknya diamati. Metode ini cocok untuk pengaturan spesifikasi, alat kontrol kualitas internal dan pengembangan dan penelitian tentang hidrokarbon industri aromatik. Hal ini juga mendeteksi adanya zat korosif berbahaya, seperti asam atau sulfur senyawa, yang dapat menimbulkan korosi peralatan. Nilai tes ini dilaporkan dalam satuan SI.
 
D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Pertasol CC
2.             Peralatan
a.             Tabung reaksi (Test tube)
b.             Bath, dengan suhu konstan 50 ± 1C (122 ± 2F) dan atau 100 ± 1C (212 ± 2F)
c.             Copper strip corrosion test bomb, dari stainless steel, mampu menahan tekanan uji 100 psi (689 kPa)
d.            Termometer, jenis ASTM 12C atau IP 64C
e.             Polishing vise, sebagai penjepit copper strip

E.            Prosedur Percobaan
a.              Persiapan Cooper Strip
1.             Menggosok semua sisi lempeng tembaga (copper strip) dengan serbuk besi, dijaga jangan sampai tersentuh tangan.
2.             Mencuci copper strip yang telah digosok dengan iso-oktana
b.             Langkah Kerja
1.             Memasukkan 30 mL contoh bahan kedalam test tube.
2.             Memasukkan copper strip yang telah bersih kedalam test tube yang berisi contoh.
3.             Merendam test tube berisi contoh bahan dan lempeng tembaga kedalam water bath.
4.             Setelah 3 jam, mengangkat test tube dari water bath.
5.             Mengambil coper strip dalam test tube dengan penjepit, lalu dicuci dengan iso-oktana dan dikeringkan.
6.             Membandingkan warna copper strip terhadap Copper Strip Color Standard.
7.             Mencatat hasil.

F.            Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan cooper strip corrosion pada sampel uji Pertasol CC yang dilakukan oleh kelompok C pada tanggal 16 februari2017 menghasilkan data sebagai berikut:
-                 Pertasol CC  : IA

G.           Simpulan
Berdasarkan data yang kami peroleh bahwa sampel yang kami uji yaitu Pertasol CC memiliki nilai IA pada skala ASTM COOPER STRIP CORROSION STANDARDS. Nilai I A tersebut menyatakan bahwa sampel uji memiliki sifat korosif yang rendah sehingga masih layak untuk digunakan pada mesin operasi.

H.           Analisis
Lempeng besi menunjukkan nilai IA pada skala ASTM COOPER STRIP CORROSION STANDARDS, hal ini menunjukkan bahwa pada sampel yang berupa Pertasol CC tidak mengandung impurities yang berupa asam atau sulfur senyawa, yang dapat menimbulkan korosi peralatan.

I.              Saran
1.             Peralatan – peralatan praktikum harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang akan di uji, karena kontaminasi akan membuat hasil praktikum menjadi berbeda.
2.             Hindari hal-hal yang dapat merusak alat-alat penunjang.
3.             Pada saat menggosok bilah tembaga jangan sampai bilah tembaga tersebut tersentuh oleh tangan.




COLOUR SAYBOLT, ASTM D 156



A.           Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:
1.             Mahasiswa dapat menentukan warna dari “refined oil” seperti “undyed motor” dan aviation gasoline, naphta, kerosene, petroleum wax.

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati bekerja menggunakan peralatan-peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, melihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada

C.           Dasar Teori
Pengukuran warna dengan menurunkan level secara perlahan sampai warna sample jelas lebih terang dari warna standar. Pembacaan angka pada tabung uji kemudian dikonversikan ke skala warna. Skala Saybolt colour digunakan untuk mengklasifikasikan produk Skala Saybolt Warna digunakan untuk grading produk minyak bumi berwarna terang termasuk bahan bakar penerbangan, kerosine, nafta, minyak mineral putih, pelarut hidrokarbon dan lilin minyak bumi. Warna yang jernih menunjukkan bahwa bahan produk terseebut bersih dan terbebas dari kotoran (clear and bright), sedangkan warna yang gelap menunjukkan bahwa produk tersebut keruh dan kemungkinan terdapat kontaminan (kotoran).

D.           Bahan dan Peralatan
a.              Bahan
1.             Pertasol CA
b.             Peralatan
1.             Saybolt chromometer terdiri dari tabung contoh dan standar
2.             Light Source
3.             Standar Warna
4.             “Optical” system

E.            Prosedur Percobaan
1.             Mengambil contoh uji Pertasol (CA), lalu dimasukkan ke tabung contoh dan diisi penuh sampai tanda angka 20.
2.             Memastikan lampu penerang telah menyala, kemudian melakukan pengamatan.
3.             Memilih 3 pengukuran standar yaitu: One Half, One, and Two.
4.             Membandingkan warna contoh dengan mengurangi perlahan-lahan contoh dari keterangan di tabung contoh.
5.             Mengamati seksama hingga standar warna yang digunakan mendekati warna contoh uji.
6.             Membaca dan mencatat angka pada tabung uji dan ukuran standar warna dimana diperoleh warna yang sama atau sangat mendekati warna contoh uji.
7.             Mengonversikan angka yang telah diperoleh dengan tabel yang menempel di alat.
8.             Men-switch off seluruh peralatan yang menggunakan listrik.
9.             Mengeluarkan contoh dari rabung contoh dan dibersihkan.

F.            Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan Saybolt Color dengan menggunakan metode ASTM D 156 dengan sampel Pertasol (CA) di dapat data Saybolt Color Pertasol (CA) yaitu pada skala 0,5 (One Half) pada ketinggian 13 inchi dan color +26,5. Untuk membuktikan hasil tersebut sesuai dengan hasil laporan sementara yang kami buat pada saat praktikum, kami lampirkan dibagian lampiran.

G.           Simpulan
Berdasarkan hasil yang kami dapatkan, kami menyimpulkan bahwa pada percobaan Saybolt Color pada Pertasol (CA) yaitu pada skala 0,5 (One Halfpada ketinggian 13 inchi dan color +26,5.

H.           Analisis
Skala yang ditunjukkan pada Saybolt chromometer menunjukkan bahwa sample Pertasol CA tidak terkontaminasi dalam masa penyimpanannya.

I.              Saran
1.             Peralatan – peralatan praktikum harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang akan di uji, karena kontaminasi akan membuat hasil praktikum menjadi berbeda.
2.             Hindari hal-hal yang dapat merusak alat-alat penunjang.
3.             Lihat dengan teliti warna yang sama dengan warna yang ada di alat ASTM D 156.



ASTM COLOUR, ASTM D 1500



A.           Tujuan
Setelah melaksanankan praktikum ini diharapkan:
1.           Mahasiswa dapat mencakup penetapan secara visual dari warna produk minyak seperti minyak pelumas, heating oil, diesel fuel oil dan petroleum wax.

B.            Keselamatan Kerja.
1.             Berhati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, dilihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.

C.           Dasar Teori
Pengukuran menggunakan sumber cahaya standart untuk sample cair yang dibandingkan dengan glass berwarna yang mempunyai skala dari 0,5 sampai 8,0. Bila tidak di peroleh warna yang tepat atau warna sample terletak di antara dua warna standart, maka di laporkan sebagai warna yang lebih tinggi.

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Solar
2.             Peralatan
a.             Colorimeter, terdiri dari sumber cahaya, gelas warna standar, housing wadah contoh bertutup
b.             Wadah contoh uji (silinder gelas bening)

E.            Prosedur Percobaan
1.             Tabung standar kanan dan kiri diisi dengan solar sampai tanda batas.
2.             Mengisi contoh uji ke dalam tabung tengah sampai tanda batas.
3.             Menghubungkan stop kontak pada 220 Volt, switch pada alat diubah ke posisi on.
4.             Membandingkan warna contoh terhadap warna standart dengan memutar regulator warna, sehingga di peroleh warna yang sama dan di catat hasilnya.
5.             Jika sudah, switch pada alat di ubah ke posisi off.
6.             Mengeluarkan tabung contoh lalu dibersihkan kembali.
7.             Melaporkan hasil pengujian sebagai warna ASTM, misalnya 7,5 warna ASTM
8.             Bila warna contoh terletak diantara dua warna, laporan hasil diambil warna yang lebih gelap dengan menggunakan letter “L”, misalnya L 7,5 warna ASTM
9.             Bila diperoleh warna yang gelap yaitu diatas 8, laporkan D8 warna ASTM
10.         Bila warna diperoleh dengan cara pengenceran, melaporkan dengan menggunakan letter “Dil”, misalnya L 7,5 Dil warna ASTM

F.            Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Solar : L2 (Lighter Than 2) warna ASTM

G.           Pertanyaan
1.             Pengukuran warna ASTM terhadap Solar bertujuan untuk apa?
Jawab :
Warna dapat digunakan sebagai petunjuk kesempurnaan dalam proses pengolahan, selain itu untuk mengidentifikasi bahwa minyak tidak terkontaminasi atau mengalami penurunan kualitas

H.           Analisis
     Pengujian warna dengan metode ASTM D 1500 dapat digunakan sebagai petunjuk kesempurnaan dalam proses pengolahan, selain itu untuk mengidentifikasi bahwa minyak tidak terkontaminasi atau mengalami penurunan kualitas

I.              Simpulan
Salah satu parameter fisik yang dapat diuji dari sebuah produk (solar) adalah warna. Dengan metode ASTM Colour, warna dari solar akan dibandingkan diantara dua warna standard. Adapun hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa warna solar yang diuji menunjukkan hasil L2. Hal ini menunjukkan bahwa produk solar ini sesuai spesifikasi.

J.              Saran
1.             Peralatan – peralatan praktikum harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang akan di uji, karena kontaminasi akan membuat hasil praktikum menjadi berbeda.
2.             Hindari hal-hal yang dapat merusak alat-alat penunjang.
3.             Lihat dengan teliti warna yang sama dengan warna yang ada di alat ASTM D 1500.



API GRAVITY, ASTM D 287



A.           Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu :
1.             Menentukan API Gravity yang dimiliki oleh crude oil
2.             Menentukan jenis crude berdasarkan API Gravity

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati bekerja menggunakan peralatan-peralatan yang mudah pecah

C.           Dasar Teori
1.             API Gravity
API merupakan singkatan dari American Petroleum Institute yang merupakan asosiasi perdagangan Amerika Serikat untuk industri minyak dan gas. API mewakili sekitar 400 perusahan industri perminyakan  untuk menetapkan standar untuk produksi, pengolahan, dan distribusi produk minyak bumi dan gas. Salah satu standar penting  API yang telah ditetapkan adalah metode yang digunakan untuk mengukur density minyak. Standar ini disebut API gravity.
API  gravity  merupakan  satuan  yang  digunakan untuk menyatakan berat jenis minyak dan digunakan sebagai dasar klasifikasi minyak bumi yang paling sederhana. Hubungan specific gravity dengan derajat  API adalah saling berkebalikan. Specific gravity adalah rasio antara density suatu zat terhadap density zat referensi atau dengan kata lain specific gravity membandingkan density minyak dengan density air melalui perhitungan yang dirancang untuk memastikan konsistensi dalam pengukuran.
Pengukuran API gravity dengan hidrometer (ASTM D-287).  dinyatakan dengan angka 0 sampai dengan 100. API  gravity tidak memiliki satuan pengukuran seperti halnya specific gravity. Secara matematis, APGravity  dapat dirumuskan sebagai berikut :
API  gravity  =
Perlu dicatat disini bahwa yang dimaksud dengan specific gravity  adalah specific gravity dari keseluruhan minyak tersebut (semua fraksi). Selain itu specific gravity  minyak bumi juga tergantung suhu, lebih tinggi suhu maka makin rendah specific gravity-nya.
Makin kecil specific gravity minyak bumi atau makin tinggi derajat API-nya, makin berharga minyak bumi itu karena lebih banyak mengandung fraksi ringan.  Sebaliknya makin rendah derajat API maka mutu minyak makin rendah, karena lebih banyak mengandung fraksi berat. Namun dewasa ini, minyak beratpun dapat dijadikan fraksi ringan melalui mekanisme perengkahan (cracking) dalam sistem pengolahannya.
Tujuan dilaksanakan pemeriksaan terhadap API Gravity dan specific gravity adalah untuk mengindikasikan mutu minyak. Minyak yang mempunyai derajat API rendah berarti minyak tersebut mempunyai kandungan panas (heating value) yang rendah dan sebaliknya bila minyak mempunyai derajat API tinggi berarti memiliki kandungan panas yang tinggi.
Jenis minyak bumi juga berpengaruh pada viskositasnya. Pada umumnya semakin  tinggi  derajat  APatau  makin  ringan  minyak  bumi  tersebut, makin kecil viskositasnya. Tinggi rendahnya derajat API juga berpengaruh pada titik didih minyak bumi, kalau API gravity minyak bumi rendah, maka titik didihnya tinggi. Demikian sebaliknya kalau derajat API tinggi, maka titik didihnya rendah, dan juga lebih mudah terbakar atau mempunyai titik nyala yang lebih rendah daripada yang derajat API-nya rendah.
Berdasarkan derajat API, minyak mentah dibagi kedalam lima jenis minyak mentah yaitu: minyak mentah ringan, minyak mentah ringan sedang,  minyak  mentah  berat  sedang,  minyak  mentah  berat,  minyak mentah sangat berat. Berikut adalah demarkasi kasar API gravity antara minyak berat dan minyak ringan : 
-                Light                       : API > 31.1
-                Medium                  : API  antara 22.3 sampai 31.1
-                Heavy                     : API < 22.3
-                Extra Heavy            : API < 10.0
2.             Hidrometer
Fungsi hidrometer adalah untuk mengukur berat jenis atau kepadatan relatif dari cairan, yaitu, rasio densitas cairan kepadatan air. Biasanya terbuat dari kaca dan terdiri dari batang silinder dan bola pembobotan dengan merkuri atau tembakan timah untuk membuatnya mengapung tegak.
Hidrometer sering juga disebut aerometer. Nilai massa jenis suatu zat cair dapat diketahui dengan membaca skala pada hidrometer yang ditempatkan mengapung pada zat cair. Bagian-bagian hidrometer antara lain :
-                Batang hidrometer, berfungsi untuk pegangan awal sebelum hidrometer dicelupkan pada cairan, serta sebagai tempat skala hidrometer.
-                Skala hidrometer, merupakan ukuran massa jenis cairan yang akan diukur.
-                Kaca bohlam, sebagai tempat tertampungnya udara.
-                Beban, terbuat dari timbal berfungsi untuk memposisikan hidrometer tegak lurus dengan permukaan air
Hidrometer merupakan sebuah alat ukur besaran turunan yang menjadi salah satu aplikasi dari hukum archimedes yang digunakan untuk mengukur massa jenis zat cair.
Sebuah benda dalam fluida mengalami gaya dari semua arah yang dikerjakan oleh fluida di sekitarnya. Hukum Archimedes menyatakan bahwa sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan mendapat gaya ke atas seberat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu. Nilai massa jenis suatu zat cair dapat diketahui dengan membaca skala pada hidrometer yang ditempatkan mengapung pada zat cair.

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Peralatan
a.             Hidrometer (skala API gravity)
b.             Termometer
c.             Gelas Silinder
2.             Bahan
a.             Crude Oil

E.            Prosedur Percobaan
1.             Menuangkan crude oil kedalam gelas silinder.
2.             Menghilangkan adanya gelembung udara dengan menggunakan thermometer secara perlahan.
3.             Menempatkan gelas silinder yang telah diisi contoh uji pada tempat yang datar, bebas pengaruh guncangan dan pengaruh udara luar.
4.             Melakukan pengukuran temperatur menggunakan thermometer skala Fahrenheit.
5.             Membaca dan mencatat suhu contoh uji.
6.             Memasukan dengan pelan-pelan hidrometer API yang sesuai kedalam crude oil.
7.             Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas, membaca skala hidrometer dan termometer, lalu dicatat sebagai API gravity pengamatan.
8.             Mengeluarkan hydrometer dari fluida.
9.             Melakukan pengukuran temperature, lalu membaca dan mencatat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak melampaui 0,5 ˚C hasil rata-rata dicatat sebagai suhu pengamatan’ (Observed Temperature).
10.         Untuk mengubah API gravity suhu uji ke API gravity pada 60 ˚F menggunakan table konversi.

F.            Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan API gravity dengan sampel crude oil yang diuji pada tanggal 1 Maret 2017 didapat data sebagai berikut :
a.              Suhu awal : 82 oF
b.             Suhu Observasi dan API gravity
Suhu Observasi
API gravity
82 oF
30,2
82 oF
30,2
82 oF
30,2
Rata – rata : 82 oF
Rata – rata : 30,2 (pada suhu 82 oF)

G.           Analisis
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian nilai oAPI dengan menggunakan hidrometer. Penentuan oAPI dengan menggunakan hidrometer ini dilakukan dengan cara mencelupkan hidrometer ke dalam crude oil yang ada pada gelas silinder.
Dari hasil perhitungan didapatkan 0API crude oil sebesar 30,2 pada suhu 82 oF. Seharusnya, pengukuran ini dilakukan pada suhu 60 oF. Namun hal ini tidak mungkin dilakukan pada suhu ruangan. Alternatif lain yaitu dengan mengkonversi suhu pengukuran dengan suhu 60 oF yang terdapat dalam tabel konversi. Dengan ini, maka didapatkan standar 0API yang berlaku secara internasional.
Secara kasar kita dapat menentukan apakah crude oil tersebut termasuk light, medium, dan heavy. Berdasarkan sifat suatu fluida, apabila makin tinggi suhu dalam sistem fluida tersebut maka nilai berat jenisnya akan semakin menurun dan nilai 0API akan semakin meningkat. Atas dasar tersebut, crude oil tersebut dapat digolongkan dalam medium crude.

H.           Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.             Nilai API  Gravity berbanding terbalik dengan nilai specific gravity
2.             Makin tinggi 0API atau makin rendah berat jenis maka minyak tersebut makin berharga, sebaliknya makin rendah 0API maka mutu minyak makin rendah.
3.             Makin tinggi suhu dalam sistem fluida tersebut maka nilai berat jenisnya akan semakin menurun dan nilai 0API akan semakin meningkat.

I.              Saran
1.             Bekerjalah dengan keadaan alat yang bersih dan kering karena kontaminasi air dapt menyebabkan terganggunya pengukuran dan pengujian terhadap crude oil.
2.             Bekerjalah sesuai dengan SOP atau prosedur kerja yang telah diberikan secara hati hati dan teliti.
3.             Saat pengukuran API gravity, pastikan bahwa hidrometer dalam keadaan yang stabil dan tepat berada pada bagian tengah.



ELECTRICAL CONDUCTIVITY, ASTM D 2624



A.           Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu :
1.             Menentukan nilai electrical conductivity yang dimiliki oleh avtur
2.             Menentukan suatu avtur sesuai spesifikasi atau tidak berdasarkan nilai electrical conductivity

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati jika menggunakan peralatan-peralatan yang mudah pecah

C.           Dasar Teori
1.             Definisi Konduktivitas
Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan (larutan, gas, atau logam) untuk menghantarkan arus listrik. Dalam suatu larutan, larutan arus listik dibawa oleh kation-kation dan anion-anion, sedangkan dalam logam arus listrik dibawa oleh elektron-elektron. Konduktivitas suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
-                Konsentrasi
-                Pergerakan ion-ion
-                Valensi ion
-                Suhu
Setiap unsur atau senyawa kimia mempunyai derajat konduktivitas yang berbeda-beda. Air murni mempunyai konduktivitas yang sangat rendah, beberapa senyawa atau unsur kimia yang terlarut dalam air dapat meningkatkan konduktivitas air. Pada umumnya peningkatan konsentrasi zat kimia dalam suatu larutan akan meningkatkan konduktivitas.
Perubahan suhu suatu larutan juga mempengaruhi konduktivitasnya, kenaikan suhu akan meningkatkan pergerakan ion-ion dalam larutan, sehingga konduktivitas larutan meningkat. Temperatur burhubungan secara linier dengan konduktivitas, peningkatan konduktivitas akibat kenaikan temperature dapat dinyatakan dalam persen per derajat celcius (slope). Air murni mempunyai slope yang relative besar yaitu 5.2 % per 0C. Air pada umumnya mempunyai slope antara 1,8 - 2 % per 0C  larutan garam, asam, atau alkali mempunnyai slope sekitar 1,5 % per 0C.
2.             Aplikasi Pengukuran Konduktivitas
Pengukuran konduktivitas dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan kimia atau elektrolit seperti larutan minyak bumi, NaCl, HCl, H2SO4, NaOH. Pengukuran konduktivitas secara luas digunakan dalam industri pengolahan air. Pengolahan air limbah industri untuk menentukan tingkat kontaminasi air dan lain-lain.
3.             Satuan Konduktivitas
Hantaran listrik merupakan kebalikan dari tahanan (resistanse) bila tahanan mempunyai satuan dasar ohm maka satuan dasar hantaran adalah mho atau pikoSiemens/m, pada pengukuran konduktivitas air dan larutan–larutan kimia umumnya digunakan satuan Volt atau mV.
4.             Alat Ukur Konduktivitas
Pengukuran konduktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan arus listrik yang dialirkan pada dua elektroda yang dicelupkan kedalam air atau larutan kimia, dan mengukur tegangan yang dihasilkan. Selama proses ini, kation berpindah ke elektroda negative dan anion berpindah ke elektroda positif, larutan bertindak sebagai penghantar listrik.
Beberapa jenis khusus konduktivimeter menggunakan arus listrik bolak-balik (AC). Pada frekuensi optimal dengan dua elektroda aktif dan mengukur beda tegangan yang dihasilkan suatu larutan. Kuat arus dan beda tegangan digunakan untuk menghiutng hantaran listrik (konduktansi). Konduktivitas listrik didefinsikan sebagai ratio dari rapat arus terhadap kuat medan listrik.
Konduktivitimeter kemudian menggunakan konduktansi dan sel konstan untuk menampilkan nilai konduktivitas. Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit di dalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam yang terlarut dalam air ataupun suatu minyak bumi, berkaitan dengan kemampuan air di dalam menghantarkan arus listrik.
Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam-garam terlarut dengan demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain dipengaruhi oleh jumlah garam-garam trelarut, konduktivitas juga di pengaruhi oleh temperatur. Konduktivitas dapat merujuk pada:
-                Konduktivitas listriik, merupakan ukuran kemampuan bahan untuk membuat arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah, menghasilkan arus listrik.
-                Konduktivitas hidrolik, properti kemampuan bahan untuk mengirim air 
-                Konduktivitas termal, properti intensif bahan yang menandakan kemampuannya untuk membuat panas
-                Konduktivitas Rayleigh, menjelaskan kelakuan apertur mengenai aliran cairan atau gas
5.             Avtur
Avtur (aviation turbine) merupakan salah satu jenis bahan bakar penerbangan yang dirancang untuk digunakan pada pesawat terbang yang bermesin turbin. Warnanya cerah sampai kekuningan. Bahan bakar yang paling umum adalah Jet A dan Jet A-1 (Avtur) yang diproduksi dalam perlengkapan spesifikasi yang terstandardisasi secara internasional.
Bahan bakar jet adalah campuran sejumlah hidrokarbon yang berbeda, kemungkinan ribuan lebih. Kisaran ukurannya (berat molekul atau nomor karbon) dibatasi oleh persyaratan untuk produk, sebagai contoh, titik beku atau titik asap. Bahan bakar jenis kerosin (termasuk Jet A dan Jet A-1) memiliki distribusi nomor karbon antara 8-16; bahan bakar jet tipe potong luas atau nafta (termasuk Jet B), berkisar antara 5-15 nomor karbon
Berikut adalah nilai spesifikasi avtur (nilai konduktivititas listrik) menurut Dirjen Migas :

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Crude Oil
2.             Alat
a.             Portable conductivity unit dan probe
b.             Termometer
c.             Gelas ukur berbahan metal
d.            Ground probe cable dengan jepitan

E.            Prosedur Percobaan
1.             Menyiapkan conductivity meter.
2.             Mengisi avtur pada measuring glass hingga 2/3 volume.
3.             Menghubungkan ground probe cable dengan jepitan ke measuring glass.
4.             Menghubungkan male banana plug dari ground probe cable ke portable conductivity unit.
5.             Memasukkan portable conductivity unit ke dalam measuring glass.
6.             Menyalakan alat sampai tulisan EMCEE tampil lepas.
7.             Menekan logo dan ditahan sampai LED menyala dan tertulis READ.
8.             Melakukan pembacaan dan mencatat hasil pengukuran.

F.            Hasil Pengamatan
Berikut merupakan hasil pengukuran nilai electrical conductivity pada avtur :
-                  Electrical conductivity avtur = 103 pS/m (at 27,9 oC or 87,7 oF)

G.           Analisis
Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh Dirjen MIgas, electrical conductivity yang diizinkan untuk produk jenis Avtur adalah 50 – 600 pS/m. Oleh karena itu, berdasarkan percobaan yang kami lakukan, produk tersebut memenuhi spesifikasi.

H.           Simpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, nilai daya hantar listrik pada produk jenis avtur adalah 103 pS/m pada suhu 27,9 oC. Nilai tersebut berfungsi untuk mencegah terjadinya elektrostatis saat proses pengaliran avtur yang berkecepatan tinggi. Oleh karena itu, dengan nilai daya hantar listrik yang sesuai spesifikasi dapat disimpulkan bahwa avtur tersebut masih mampu mencegah terjadinya elektrostatis.

I.              Saran
1.             Bekerjalah dengan keadaan alat yang bersih dan kering karena kontaminasi air dapt menyebabkan terganggunya pengukuran dan pengujian terhadap crude oil.
2.             Bekerjalah sesuai dengan SOP atau prosedur kerja yang telah diberikan secara hati hati dan teliti.
3.             Saat pengukuran API gravity, pastikan bahwa hidrometer dalam keadaan yang stabil dan tepat berada pada bagian tengah.



VISKOSITAS KINEMATIK, ASTM D 445



A.           Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:
1.             Mahasiswa dapat menentukan nilai viskositas kinematika.
2.             Mahasiswa mampu mengetahui suatu produk tersebut memenuhi spesifikasi atau tidak berdasarkan nilai viskositas kinematiknya.

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati bekerja menggunakan peralatan-peralatan yang mudah pecah.
2.             Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, dilihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.

C.            Dasar Teori
a.              Viskositas Kinematik
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan pada suhu tertentu. Nilai viskositas dipengaruhi oleh suhu zat cair tersebut Satuan yang menunjukkan nilai viskositas adalah centistoke (cSt). Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung silinder, bila cairan itu mengalir cepat maka berarti viskositas dari cairan itu rendah dan bila cairan itu mengalir lambat, maka dikatakan cairan itu viskositas tinggi. Semakin kecil nilai cSt maka semakin encer dan mudah mengalir suatu cairan, sedangkan semakin tinggi nilai viskositasnya maka cairan akan semakin kental dan semakin susah mengalirnya suatu cairan.
1 cSt = 0,01 stoke dalam satuan SI = 1 mm2/s
Viskositas kinematic adalah nilai viskositas yang diukur berdasarkan aliran zat cair tersebut oleh bobotnya sendiri. Pengukuran dilakukan dengan mengukur kecepatan alir pada sebuah pipa kapiler viskositas ASTM D 445 dalam suhu tertentu. Semakin cepat aliran zat cair dalam pipa kapiler menandakan kekentalan zat cair tersebut semakin kecil  dan nilai viskositas kinetiknya juga semakin kecil. Pipa kapiler viskositas harus dikondisikan pada sebuah tertentu yang konstan. Oleh karena itu, pipa kapiler viskositas harus ditempatkan di temperature bath yang dikondisikan suhunya. Viskositas kinematic dihitung dengan mengalirkan waktu aliran zat cair (sekon) dengan konstanta pipa kapiler. Secara matematis rumus viskositas dapat dituliskan sebagai berikut :
V = c x t
Keterangan :
V= viskositas kinematic (cSt)
c = konstanta pipa kapiler (mm2/s2)
t = waktu alir (sekon)
Indeks viskositas (VI) adalah suatu bilangan empiris yang menunjukkan tingkatan nilai berdasarkan perubahan viskositas minyak lumas pada perubahan suhu yang diberikan. Semakin tinggi nila VI suatu zat cair, maka akan semakin stabil viskositasnya terhadap perubahan suhu. Disisi lain, jika nilai VI suatu zat cair rendah, maka zat cair tersebut sangat rentan viskositasnya terhadap perubahan suhu. Semakin besar nilai VI pada zat cair, maka zat cair tersebut mampu membentuk film yang melindungi sifat kekentalan zat cair tersebut pada suhu tinggi.
Perhitungan Indeks viskositas ada dua cara. Kedua cara tersebut dibedakan berdasarkan nilai viskositas indeksnya.
a.             Cara kerja I (zat cair dengan VI (0-100)
Perhitungan indeks viskositas diawali dengan mencari nilai L dan H. Nilai L dan H didefinisikan sebagai berikut :
-                 L        : viskositas kinematic pada suhu 40oC dengan VI = 0
-                 H       : viskositas kinematic pada suhu 40oC dengan VI = 100
Jika viskositas kinematic minyak pada suhu 100oC ≤ 70 cSt, maka nilai L dan H dapat dilihat pada tabel, sedangkan jika viskositas kinematic minyak pada suhu 100oC ≥ 100 maka nilai L dan H dapat ditentukan sebagai berikut :
L = 0,835Y2 + 14,67Y -  216
H = 0,01684Y2 + 11,85Y – 97
Keterangan :
Y = viskositas kinematic pada suhu 100oC (cSt)
Kemudian nilai viskositas indeks dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
VI =  x 100
Keterangan :
U = viskositas kinematic pada suhu 40oC dari minyak yang akan ditentukan nilai indeks viskositasnya (cSt)
b.            Cara kerja II (zat cair dengan VI ≥ 100)
Perhitungan dengan cara II dilakukan jika setelah dilakukan dengan perhitungan II didapatkan hasil indeks viskositas (VI)  100. Jika stelah dihitung degan cara A nilai VI  100, maka harus dilanjutkan dengan perhitungan dengan cara II sebagai berikut :
N =
VI =  + 100
b.             Pertamina Dex
Berikut adalah spesifikasi pertadex yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas :

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Pertadex
2.             Peralatan
a.             Viscometers.
b.             Viscometers Holder.
c.             Temperature-Controlled Bed.
d.            Temperature Measuring Device, from 0 to 100C.
e.             Stopwatch
f.              Bulb

E.            Prosedur Percobaan
1.             Menghubungkan stop kontak pada 220 volt/110 volt, lalu menekan switch ke posisi on.
2.             Mengatur posisi thermostat sesuai suhu yang dikehendaki (misal 40C atau 100C).
3.             Membiarkan beberapa saat agar suhu bak yang dikehendaki sambil stirrer dibiarkan beroperasi selama pengujian berlangsung agar suhu bak tetap stabil.
4.             Memilih tabung viscometer yang sesuai dengan contoh yang diuji, tabung viscometer harus bersih dan kering.
5.             Mengisi viscometer dengan contoh sampai tanda batas yang ditetapkan.
6.             Memasukkan viscometer yang telah diisi contoh dalam penangas sampai suhunya sama  dengan penangas, minimal direndam dengan 30 menit.
7.             Memulai melakukan pengetesan dan dilakukan 3 kali, memulangi pemeriksaan apabila waktu pengaliran kurang dari 200 detik, dengan cara pemilihan kapiler yang lebih kecil.
8.             Menghitung viskositas kinematic, sebagai berikut :
9.             Menghitung Determinability atau Repeatability.
10.         Selesai pengujian menekan switch pada posisi Off.

F.            Ketelitian
Determinability
Base oils at 40C and 100C5                           0.0020y                       (0.20%)
Formulated oils at 40C and 100C6                0.0013y                       (0.13%)
Formulated oils at 150C7                                 0.015y                         (1.5%)
Petroleum Wax at 100C8                                 0.0080y                       (0.80%)
Residual fuels oil at 80C ans 100C9              0.011(y+8)                             
Residual fuels oil at 50C9                                0.017y                         (1.7%)
Additives at 100C                                           0.00106y1.1
Gas Oil at 40C11                                              0.0013(y+1)
Jet Fuels at -20C12                                           0.0018y                       (0.18%)

Repeatability
Base oils at 40C and 100C5                            0.0011x                       (0.11%)
Formulated oils at 40C and 100C6                0.0026x                       (0.26%)
Formulated oils at 150C7                                 0.0056x                       (0.56%)
Petroleum Wax at 100C8                                 0.0141x1.2
Residual fuels oil at 80C ans 100C9              0.013(x+8)                             
Residual fuels oil at 50C9                                0.015x                         (1.5%)
Additives at 100C                                           0.00192x1.1
Gas Oil at 40C11                                              0.0043(x+1)
Jet Fuels at -20C12                                           0.007y                         (0.7%)

G.           Hasil Pengamatan
-                 Viscometer tipe D 409
-                 C = 0,008723
-                 Suhu pengukuran = 40oC
-                 Data pengamatan laju alir pertadex dalam viscomete
Percobaan
Waktu alir (s)
Keterangan
1
531
V1
2
530
3
532
V2






H.           Pertanyaan
1.             Hitung viskositas kinematic !
2.             Hitung Determinability !
Jawab :
1.             Viskositas kinematic
-                T = 530,5
V1 = c x t =  0,008723 x 530,5 =  4,6275
-                T  532
V2 = c x t =  0,008723 x 532 =  4,6406
-                4,6406 - 4,6275 = 0,0131
2.       Determinability (Gas Oil at 40oC)
Determinability = 0,0013 (y+1)
= 0,0013 ( + 1)
= 0,0013 ( 4,634 + 1)
= 0,0073242

I.              Analisis
Viskositas ini penting untuk diketahui karena berhubungan sifat pemompaan dan sisten injeksi bahan bakar ke ruang bakar mesin. Bila hasil pengujian diperoleh nilai sesuai dengan spesifikasi, berarti tidak mendatangkan masalah pada pemompaan dan pembentukan kabut di ruang bakar mesin, tetapi pada pengujian kali ini, kita mencari ketelitian dari pengukuran Viskositas Kinematik.
Pada Pengujian didapatkan hasil  ΔV > D, seharusnya dari ΔV < D. sehingga dapat dikatakan bahwa Praktikan tidak teliti pada saat melakukan pengukuran. Ketidak telitian tersebut dapat disebabkan karna
-                 Praktikan yang tidak tepat saat mengamati proses
-                 Praktikan hanya mengambil 3 angka depan pada stopwatch, padahal masih ada dua angka dibelakang yang berpengaruh untuk pengukuran.

J.             Simpulan
Parameter
Data
Waktu Alir ( s )
531
530
532
Viskositas Kinematik ( cst )
4,6275
4,6406
Determinability
0,0073242
Hasil
ΔV > D
Setelah dilakukan praktikum Viskositas Kinematik metode ASTM D 445 pada sampel pelumas, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
                    
K.           Saran
Saran dari kelompok kami dalam praktikum ini yaitu :
1.             Mengamati dengan seksama laju alir saat melewati tanda batas
2.             Menghitung dengan cermat jika terdapat beberapa angka di belakang koma



BS & W, ASTM  D 4007



A.           Tujuan Percobaan
1.             Mahasiswa dapat menentukan kadar BS&W dari crude oil

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati saat menggunakan barang-barang yang mudah pecah
2.             Berhati-hati saat menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar
3.             Bila menggunnakan peralatan bertegangan listrik, lihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada dan berhati-hati saat menggunakan peralatan listrik.

C.           Dasar Teori
Water and sediment in crude oil by the centrifuge method (Laboratory Procedure) mencakup penetapan air dan sedimen dalam crude oil dengan prosedur centrifuge (kurang memuaskan). Jumlah kadar air yang dapat diketahui tidak sesuai dengan kenyataan yang terdapat pada crud oil. Bila diperlukan hasil dengan akurasi tinggi, prosedur untuk kadar air dengan distilasi (ASTM D 4006) dan prosedur untuk kandungan sedimen dengan ekstraksi ( ASTM D 473).
Presentase kandungan air & sedimen yang terkandung dalam minyak mentah itu dikenal dengan BS&W atau Basic Sediment and Water. Pengukuran ini berguna untuk memastikan kemurnian minyak mentah yang kita kirim ke konsumen.Biasanya, konsumen tertentu menetapkan persyaratan yang ketat dengan kandungan BS&W yang sangat kecil, bahkan kalo bisa mencapai nol persen (0 %), atau kita sebut dengan istilah “trace”. Umumnya, toleransi minyak mentah dengan nilai BS&W yang dipersyaratkan yaitu kurang dari 0.2%.
Prinsip kerja dari metode ini adalah sejumlah volume yang sama dari crude oil dan toluena jenuh air, ditempatkan dalam centrifuge tube. Setelah  centrifugation, volume lapisan air dan sedimen  didasar tube dibaca dengan teliti.

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Crude Oil Ledok
b.             Pereaksi
-                 Toluene, jenuh air
-                 Demulsifier
2.             Peralatan
a.             Centrifuge, dengan spesifikasi :
-                 Mampu berputar dengan minimum 600 rcf (relative centrifugal force).
-                 Rpm minimum di hitung dengan formula r/min = 1335 √rcf/d, d = dalam mm atau r/min = 265√rcf/d, d = dalam inchi
-                 Mampu mempertahankan pada temperature 60 ± 30C (140 ±50F).
b.             Tabung centrifuge
c.             Pipet kelas A , volume 50 ml

E.            Prosedur Percobaan
1.             Mengisi masing masing dari 2 (dua) tabung centrifuge dengan sampel sebanyak tepat 50 ml, tambahkan 50 ± 0,05 mL toluena jenuh air, kemudian tambahkan 0,2 mL larutan demulsifier. Rapatkan penutup dan bolak balikkan 10x agar bercampur.
2.             Menempatkan kedua tabung ke dalam centrifuge secara berseberangan, mengencangkan dan memutarnya selama 10 menit pada ref 600 (minimum). Suhu centrifuge harus dipertahankan pada 60 ± 30C (140 ± 50F).
3.             Setelah selesai putaran, membaca dan mencatat volume air dan sediment yang ada pada bagian bawah masing-masing tabung sampai ketelitian 0,05 mL.
4.             Tanpa pengadukan, melakukan sekali lagi pemutaran selama 10 menit pada kecepatan yang sama.
Table 2 Expression of Results, Ml
Tube 1
Tube 2
Total Percent Water and Sedimen,
% (V/V)
No visible waterand sediment
No visible waterand sediment
0,00
No visible waterand sediment
0,025
0,025
0,025
0,025
0,05
0,025
0,05
0,075
0,5
0,05
0,10
0,05
0,075
0,125
0,075
0,075
0,15
0,075
0,10
0,175
0,10
0,10
0,20
0,10
0,15
0,25

F.            Ketelitian

Repitibilitas
Reprodusibilitas
0,0 – 0,3 %
Lihat pada kurva
Lihat pada kurva
0,3 – 1,0 %
0,12
0,28

G.           Hasil Pengamatan
Putaran
Tabung A
Tabung B
Putaran 1
Air (ml)
Sedimen (ml)
Air (ml)
Sedimen (ml)
5.5
0.5
7.5
0.5
Putaran 2
Air (ml)
Sedimen (ml)
Air (ml)
Sedimen (ml)
5.5
0.5
7.5
0.5

Dalam melakukan praktikum BS & W menghitung % volume dari sedimen dan air yang terdapat pada crude oil dengan perhitungan sebagai berikut :


1.             % Volume BS & W Tabung Uji Pertama (I)
2.             % Volume BS & W Tabung Uji ke-dua (II)

H.           Analisis
Dari hasil perhitungan diatas, dapat diperoleh % kadar air dan sedimen. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi BS & W, adalah penyebaran air yang tidak merata dalam batuan reservoir dan kondisi dari formasi (kompak atau tidak kompak) .
Campuran yang berada pada suatu tempat (tabung) apabila diputar dengan kecepatan tertentu, dengan gaya centrifugal dan berat jenis yang berbeda akan saling pisah dan terlempar menjauhi titik pusat perputarannya. Pada intinya zat dengan berat jenis yang lebih besar akan berada di bawah dan zat dengan berat jenis rendah berada di atas. Pada percobaan penentuan kandungan air dan endapan dilakukan dengan menggunakan metode centrifuge setelah dilakukan dua kali percobaan di dapat perbedaan volum endapan dan setelah dibandingkan dengan ketelitian berdasarkan Table 2 Expression of Results, Ml.  maka kadar % v/v BS&W pada crude oil ledok melampui dari batas ketelitian yang diharapkan.

I.              Simpulan
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan, kandungan air dan endapan (BS&W) mempengaruhi mutu suatu jenis minyak. Semakin kecil persentase kandungannya maka semakin baik mutu minyaknya karena SG nya semakin rendah , begitu juga sebaliknya. Minyak dengan BS&W yang sedikit juga mengandung impuritis yang sedikit pula, sehingga dalam pengolahannya tidak memerlukan proses yang berkepanjangan. Dari data diperoleh dapat disimpulkan crude oil Ledok (sampel) yang kami teliti mengandung sedimen dan air sebesar   14% volum pada tabung pertama dan 14% volum pada tabung kedua.

J.             Saran
1.             Jangan lupa untuk membersihkan alat-alat yang telah digunakan agar tidak terjadi kontaminasi terhadap percobaan selanjutnya yang menggunakan alat tersebut.
2.             Menghindari ha-hal yang dapat merusak peralatan penunjang.
3.             Pengadukan sampel jangan terlalu lambat atau cepat.
4.             Memastikan alat yang akan digunakan bersih dari air agar tidak mengkontaminasi crude yang akan diuji.







FLASH POINT ABEL, IP 170



A.           Tujuan Percobaan
1.             Mahasiswa dapat menentukan flash point close cup dari kerosine (minyak tanah)
2.             Mahasiswa dapat menentukan spesifikasi minyak bumi yang baik.

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati saat menggunakan barang-barang yang mudah pecah
2.             Berhati-hati saat menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar
3.             Bila menggunnakan peralatan bertegangan listrik, lihat terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada dan berhati-hati saat menggunakan peralatan listrik.

C.           Dasar Teori
Titik nyala adalah temperatur terendah di mana campuran senyawa
dengan udara pada tekanan normal dapat menyala
sekejap setelah ada suatu inisiasi, misalnya dengan adanya percikan api. Titik nyala dapat diukur dengan metoda wadah terbuka (Open Cup /OC) atau wadah tertutup (Closed cup/CC). Nilai yang diukur pada wadah terbuka biasanya lebih tinggi dari yang diukur dengan metoda wadah tertutup. Setiap zat cair yang mudah terbakar memiliki tekanan uap yang merupakan fungsi dari temperatur cair, dengan naiknya suhu, tekanan uap juga meningkat. Setiap zat cair yang mudah terbakar memiliki tekanan uap yang merupakan fungsi dari temperatur cair, dengan naiknya suhu, tekanan uap juga meningkat. Dengan meningkatnya tekanan uap, konsentrasi cairan yang mudah terbakar menguap diudara meningkat.
Jika titik nyala lebih rendah dari temperatur cairannya maka uap diatas permukaannya siap untuk terbakar atau meledak. Lebih rendah dari titik nyala adlah lebih berbahaya, terutama bila temperatur ambientnya labih dari titik nyala. Dengan meningkatnya tekanan uap, konsentrasi cairan yang mudah terbakar menguap diudara meningkat.Jika titik nyala lebih rendah dari temperatur cairannya maka uap diatas permukaannya siap untuk terbakar atau meledak. Apabila lebih rendah dari titik nyala adalah lebih berbahaya, terutama bila temperatur ambientnya labih dari titik nyala.

D.           Bahan dan Peralatan
1.             Bahan
a.             Kerosine (minyak tanah)
b.             Air dingin
2.             Peralatan
a.             Flash Point Abel apparatus
b.             Termometer
c.             Bath pemanas

E.            Prosedur Percobaan
1.             Mengisi water bath dengan air dan memanaskan nya dengan kecepatan kenaikan temperatur tetap2 – 2.5°F per menit.
2.             Mengatur temperatur water bath permulaan test 130°F.
3.             Mengatur temperatur contoh antara 32 - 50°F.
4.             Apabila temperatur contoh mencapai 66°F, memulai dilakukannya testdengan penyalaan api secara pelan-pelan dan meneruskan penyalaan tiap kenaikan 1°F.
5.             Mencatat temperatur contoh pada saat api menyambar uap minyak sebagai flash pointnya.

F.            Ketelitian
1.             Repeatability        : 2 °F (1.0°C)
2.             Reproducibility    : 3 °F (1.5°C)
3.              
G.           Hasil Pengamatan


Suhu awal
Flash point
Suhu Air pada saat Flash point
Air
Sampel
Percobaan
10 °C
25 °C
40 °C
34 °C
Hasil pengamatan Flash Point Abel dengan menggunakan metode IP 170 dengan sampel Kerosine yang diuji sebanyak 125ml  diperoleh data sebagai berikut :

H.           Analisis
Setiap zat cair yang mudah terbakar memiliki tekanan uap yang berbeda-beda sesuai karakteristik jenis cairan tersebut. Hal inilah yang mempengaruhi titik nyala tiap-tiap zat cair tersebut. Semakin rendah titik nyala suatu zat cair, maka akan semakin mudah terbakan dengan kenaikan suhu diatas titik nyalanya. Sangat penting juga untuk mengetahui titik nyala suatu zat sehingga dapat menentukan tempat penyimpanan yang tepat untuk menghindari terjadinya ledakan. Dari hasil pengamatan yang kami lakukan pada tanggal               di dapat flash point pada sampel uji kerosin yang didapat pada percobaan menghasilkan 40oC .

I.              Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang kelompok kami lakukan pada tanggal      2017 , didapatkan hasil flash point sampel kerosine  yaitu 40°C. Kerosine mempunyai flash point antara 37oC-65oC . Berdasarkan hasil percobaan , sampel kerosine tersebut telah  memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yaitu flash point minimal 38 °C.

J.             Saran
Setelah melaksanakan praktikum, kelompok kami dapat menyarankan :
1.             Jangan lupa untuk membersihkan alat-alat yang telah digunakan agar tidak terjadi kontaminasi terhadap percobaan selanjutnya yang menggunakan alat tersebut.
2.             Penyalaan pilot api jangan terlalu besar, agar tidak mengenai termometer dan flash sebelum waktu yang ditentukan.
3.             Menghindari hal-hal yang dapat merusak alat penunjang.
4.             Pengadulan dilakukan jangan terlalu cepat ataupun lambat.




SMOKE POINT, ASTM D 1322



A.           Tujuan Percobaan
1.             Mahasiswa dapat menentukan titik asap dari avtur

B.            Keselamatan Kerja
1.             Berhati-hati saat menggunakan barang-barang yang mudah pecah
2.             Berhati-hati terhadap bahan yang mudah terbakar

C.           Dasar Teori
\
Smoke point adalah proses pembakaran yang memiliki ketinggian nyala api tertentu tanpa menimbulkan asap ataupun tinggi tertentu  nyala api yang menimbulkan asap. Istilah ini sering digunakan didalam dunia permiyakan sebagai dasar untuk menentukan spesifikasi suatu produk migas.

D.           Bahan dan Peralatan
1.            Bahan
a.             Avtur
2.            Peralatan
a.             Lampu smoke point
b.             Sumbu lampu
c.             Pipet atau buret
d.            Korek api
e.             Kertas putih

E.            Prosedur Percobaan
1.             Persiapan sumbu lampu
a.             Melakukan  Ekstraksi terhadap sumbu Smoke Point dengan campuran methanol dan toluene 1 : 1 (± 25 kali ekstraksi)
b.             Mengeringkan sumbu dalam oven pada suhu 100-110°C, selama 30 menit
2.             Langkah Kerja
a.             Memasang sumbu bersih (panjang tidak kurang dari 125 mm) kedalam lubang sumbu.
b.             Memotong dan merapikan ujung sumbu  ± 6 mm dari lubang sumbu.
c.             Merendam sumbu dan tabung sumbu kedalam contoh uji hingga semua bagian sumbu terbasahi.
d.            Memasukkan 20ml contoh uji kedalam wadah contoh uji (candle), kemudian memasang tabung sumbu ke candle dan memasangkannya pada alat smoke point.
e.            Menyalakan dan mengatur tinggi nyala api ± 10 mm dan membiarkannya menyala ± 5 menit, kemudian menaikkannya dengan memutar candle sehingga nyala api berjelaga/berasap.
f.              Mengamati dan mencatat ketinggian nyala api tepat saat tidak mengeluarkan jelaga/asap sebagai titik asap (smoke point), sampai ketelitian 0.5 mm
g.             Mengulangi pengamatan ini hingga tiga kalibila perbedaannya lebih dari 1.0 mm untuk mencegah kesalahan pembacaan pada skala.

F.            Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan smoke point avtur dengan volume 20 ml
Percobaan

Tinggi nyala api
(mm)
Timbul asap
Tidak timbul asap
1
15

2
15

3
15


G.           Analisis
Berdasarkan data hasil percobaan, tinggi api yang menimbulkan jelaga yaitu 15 mm. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa aromat didalam avtur yang digunakan dalam percobaan masih cukup rendah.


H.           Simpulan
Berdasarkan data yang diperhvholeh dari percobaan, kami dapat menyimpulkan bahwa sampel yang diuji (avtur) telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yaitu 15 mm.

I.              Saran
Setelah melakukan percobaan, kelompok kami menyarankan untuk :
1.             Setelah melakukan percobaan, hendaknya peralatan yang digunakan dibesihkan dengan baik agar tidak terjadi kontaminasi pada sampel yang diuji pada percobaan selanjutnya.
2.             Berhati-hati saat membasahi sumbu dengan avtur agar avtur tidak bececeran.
3.             Menghindari hal-hal yang dapat merusak alat penunjang.
 TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGGI SEMOGA DAPAT BERMANFAAT UNTUK SAYA DAN ANDA . 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

konversi satuan dalam ilmu perminyakan

TIPE-TIPE FURNACE BESERTA PENJELASANNYA

DENSITY / SPECIFIC GRAVITY, ASTM D 1298